English French Spain Russian Portuguese Japanese Korean Chinese Simplified

02 Juli 2014

Pergaulan Bebas Picu Pernikahan Dini

KOTABARU, SK- Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kotabaru, Drs Ujang Rahmat, mengaku tidak bisa mencegah terjadinya pernikahan dini di wilayah lingkungannya bekerja. Menurutnya yang menjadi faktor tingginya angka pernikahan dini adalah karena pergaulan yang kebablasan.
"Ya selagi tidak bertentangan dengan undang-undang, pernikahan dini itu tidak apa-apa," ujar Rahmat saat ditemui SK, diruang kerjanya, Selasa (1/7) kemarin.
Dasar hukumnya adalah undang-undang Nomor 1 tahun 1974, untuk pengantin laki-lakinya berusia 19 tahun dan untuk perempuannya 16 tahun. "Kami yakin, undang-undang itu juga dibuat berdasarkan keadaan kondisi sosial masyaSKt Indonesia. Yang memang banyak menikah diusia-usia tersebut," ujarnya.
Karena urusan nikah itu memang hak preogatif individu-individu seseorang. Apalagi aturan agama juga memang diperbolehkan menikah saat sudah memasuki usia balig. "Sebenarnya, yang menjadi faktor penyebab terjadinya pernikahan dini adalah kerena pergaulan. Lihat saja kalau setiap malam minggu sepanjang jalan itu banyak remaja-remaja yang berduaan bukan muhrim," ujarnya.
Disinggung mengenai sudutpandang kesehatan yang sebelumnya pernah diberitakan oleh SK tentang batasan ideal menikah adalah 20 tahun untuk perempuan, 25 tahun untuk laki-laki. Dia mengakui persoalan itu sering didiskusikan dengan pihak Kepala UPTD Puskesmas Kotabaru termasuk penyebab tingginya angka kematian bayi dan ibu adalah karena pernikahan dini. "Ia memang kalau dari sudut pandang kesehatan itu yang ideal, karena secara fisik dan mental itu sudah siap, tapi kembali lagi kehak preogatif masing-masing, lagi-lagi kami tidak bisa mencegahnya," ujarnya.
Paling, tambah Rahmat, pihaknya hanya sebatas memberikan pengeritan kepada masyaSKt atas kondisi ideal tersebut, baik melalui acara-acara hajatan maupun yang lainnya. "Sebenarnya untuk bisa mencegah angka pernikahan dini sangat dibutuhkan peran orang tua. Karena orangtua yang lebih banyak mengawasi perkembangan anaknya," ujarnya.
Menurutnya, kalau dilingkungan sekokah hanya saat jam sekolah s aja dilakukan pengawasan, yang lebih optimal adalah orang tua. "Kami berharap orang tua bisa terus memantau perkembangan anaknya termasuk persoalan pergaulan sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," pungkasnya. (zie)


Cerita lainnya :